Advertisement

Lupa Bisa Dicegah Lho, Ini Caranya

Yoseph Pencawan
Jum'at, 20 April 2018 - 23:35 WIB
Maya Herawati
Lupa Bisa Dicegah Lho, Ini Caranya Ilustrasi Manusia Lanjut Usia - JIBI/Bisnis Indonesia/usdoj.gov

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA-Penyakit lupa atau kepikunan alias demensia akibat proses penuaan otak terjadi pada siapa saja. Demensia sebenarnya bisa dicegah.

Tetap berpikir positif dan melakukan kegiatan-kegiatan sosial diyakini dokter bisa menjadi bagian dari upaya memperlambat proses penuaan otak yang menjadi penyebab demensia atau kepikunan.

Advertisement

Dea Pandhita, dokter Spesialis Saraf Rumah Sakit Pondok Indah-Bintaro Jaya mengungkapkan, sampai sekarang belum ditemukan obat antipenuaan otak.

"Jadi caranya gimana supaya kita bisa mendeteksi prademensia [gejala kepikunan]? Kita sering medical check-up setiap tahun, tetapi jarang yang memeriksa fungsi otak," ujarnya dalam sebuah kesempatan, belum lama ini.

Dia menuturkan, intervensi penanganan gangguan kognitif akan lebih baik bila dilakukan lebih awal. Deteksi dini bisa dilakukan dengan alat bernama Magnetic Resonance Imaging (MRI) yang bisa melihat kondisi hipokampus, bagian otak yang menjadi pusat memori.

Bila otak seseorang terlihat mengkerut, dia berkemungkinan mulai mengalai pra-demensia (kondisi awal/gejala demensia), dan bila sudah menyusut, berarti sudah terjadi demensia.

Selain dengan MRI, cara mendeteksi apakah seseorang mengalami gejala demensia atau tidak adalah dengan melihat perilakunya sehari-hari. Misalnya, yang semula gembira menjalani hobi, kemudian menjadi malas dengan hobinya, malas bertemu orang, sudah jarang bersosialisasi dan sebagainya. "Hati-hati, jangan-jangan ada sesuatu," ujarnya mengingatkan.

Selain MRI, pemeriksaan fungsi otak juga bisa dilakukan dengan metode CERAD (Consortium to Establish a Registry for Alzheimer's Disease). Metode ini memeriksa fungsi kognitif otak. Di samping pemeriksaan, perlu juga untuk memerhatikan faktor-faktor risiko, terutama Demensia Vaskuler, bagi mereka yang sudah berusia lanjut. Seperti adanya penyempitan pembuluh darah.

Nah, bagaimana menangani penurunan fungsi kognitif? Menurut Gea Pandhita, ada tiga hal yang bisa dilakukan, yakni menjaga kondisi fisik, menstimulasi mental dan melakukan aktivitas sosial.

Otak pun jangan terlalu sering diistirahatkan, perlu sesering mungkin digunakan untuk berpikir. Seperti belajar bahasa atau sesuatu yang baru. Otak yang semakin sering dipakai akan semakin baik pula kualitasnya.

"Jangan seperti kata anekdot, otak yang paling mahal adalah otak orang Indonesia karena jarang dipakai. Makin sering dipakai, dendrit atau cabang-cabang saraf otak semakin banyak," tegasnya.

Dia mengilustrasikan otak seperti pohon, semakin tumbuh, akan semakin banyak juga cabangnya, daunnya pun akan banyak sehingga bertambah subur. Ada suatu zat di otak, kata dia, kalau berolahraga, maka zat itu akan meningkat sehingga saraf-saraf otak menjadi lebih tahan terhadap kerusakan.

Olahraga juga akan meningkatkan hipokampus. Seseorang yang gemar berolahraga hipokampusnya pun akan cenderung lebih besar dibandingkan mereka yang jarang berolahraga. Sedangkan untuk simulasi mental dapat dilakukan misalnya  dengan membaca, menulis atau bermusik, yang akan membuat bagus fungsi kognitif.

Lebih lanjut Dea Pandhita menyebutkan, ada suatu penelitian yang membandingkan antara penderita Alzheimer yang melakukan stimulasi otak dengan yang hanya mendapatkan obat. Menurut dia, hasilnya adalah sama, tetapi bila dikombinasi antara stimulasi otak dan obat, hasilnya akan lebih bagus.

"Aktivitas sosial ini benar-benar sosial, ide dari diri sendiri. Ini akan membuat stimulasi kepada otak lebih bagus. Ada penelitian di Amerika Serikat, pasien-pasien yang aktif di kegiatan sosial memiliki fungsi kognitif lebih bagus. Kemudian umurnya lebih panjang."

Kemudian, bagaimana memperlambat penuaan? Seseorang perlu berpikir positif karena akan bagus untuk pemeliharaan fungsi otak dan jantung. Jantung dan otak dapat mempengaruhi satu sama lain secara langsung. Apa pun yang baik untuk jantung maka akan baik pula untuk otak, makanan yang baik untuk jantung juga akan baik untuk otak.

"Olahraga yang baik untuk jantung pun baik untuk otak. Hal itu karena struktur pembuluh darah dengan otak, mirip."

Sedangkan pada aktivitas fisik, direkomendasikan berjalan kaki selama 30 menit setiap hari, minimal lima kali dalam seminggu. Jalan kaki yang dimaksud adalah jalan dengan ritme yang konstan sehingga pengambilan oksigen dan aliran darah tetap stabil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Dishub DIY Buat Skema Jalur Utama dan Alternatif Masuk DIY Saat Mudik Lebaran 2024

Jogja
| Jum'at, 29 Maret 2024, 14:17 WIB

Advertisement

alt

Aniaya Wartawan, Danlanal Ternate Copot Komandan Pos Lanal Hasel

News
| Jum'at, 29 Maret 2024, 13:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement