Advertisement

Perencanaan Matang Menghindar Menjadi Generasi Sandwich

Asteria Desi Kartika Sari
Senin, 14 Mei 2018 - 14:35 WIB
Maya Herawati
Perencanaan Matang Menghindar Menjadi Generasi Sandwich Ilustrasi uang rupiah - Reuters

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Sandwich generation atau generasi sandwich merupakan istilah bagi orang-orang yang terhimpit secara finansial untuk mencukupi kebutuhan banyak pihak, tak hanya dirinya tetapi juga anak-anak bahkan orang tuanya dalam waktu bersamaan.

Sebenarnya istilah sandwich generation atau generasi sandwich pertama kali dikemukakan oleh pekerja sosial bernama Dorothy Miller pada 1981. Istilah ini dipakai untuk menggambarkan orang-orang di usia paruh baya (middle age) yang terjepit (sandwiched) dalam memenuhi kebutuhan anak-anak mereka dan juga orang tuanya dari mulai kebutuhan finansial sehari-hari hingga kesehatan secara bersamaan.

Advertisement

Berdasarkan survei Pew Research Center pada 2013 disebutkan hampir 47% orang-orang yang berusia 40–50 tahun memiliki orang tua yang berusia 65 tahun atau lebih, dan juga sedang membesarkan anak yang berusia 18 tahun atau lebih. Sekitar 15% di antaranya bertanggungjawab terhadap kebutuhan finansial orang tua dan anaknya.

Menurut perencana keuangan OneShildt M. Andoko, salah satu faktor pemicu timbulnya generasi sandwich adalah orang tua yang kurang bisa menyisihkan sebagian uang sebagai simpanan dana pensiun yang menjadi beban untuk anaknya. Bahkan, dia menilai tidak begitu banyak yang memiliki informasi dan pengetahuan yang cukup bagaimana mengelola keuangan mereka.

“Sering kali diundang untuk [seminar] persiapan pensiun di beberapa perusahaan, ternyata faktanya mereka baru mempersipakan masa pensiunnya pada 2-3 tahun sebelum pensiun, atau bahkan 1 tahun sebelumnya,” tutur Andoko.

Perencanaan yang matang adalah kunci untuk memutus rantai generasi sandwich. Memutus rantai bukan berarti menghentikan dukungan finansial untuk orang tua, karena bagaimanapun orang tua juga menjadi kewajiban.

Oleh karena itu, katanya, yang harus dilakukan adalah memulai menata tujuan keuangan pada masa akan datang. Menghitung dengan cermat antara beban biaya hidup sehari-hari dan biaya hidup saat pensiun akan membuat hari senja menjadi lebih bernilai tanpa membebani anak-anak di kemudian hari.

Sebagai ilustrasi perhitungan dana pensiun, katakanlah Anda saat ini berusia 25 tahun, masa pensiun datang saat usia 55 tahun. Selama satu tahun penghasilan yang didapatkan adalah Rp60 juta. Gaya hidup pensiun dari gaji adalah sebesar 70%.

Apabila merencanakan dana pensiun untuk kebutuhan selama 15 tahun, paling tidak kebutuhan hari tua adalah sebesar Rp3 miliar. Guna mencukupi kebutuhan tersebut paling tidak Anda harus melakukan investasi sebesar Rp5,9 juta secara tahunan.

Dia melanjutkan, semakin menunda untuk merencanakan masa tua, akan semakin besar pula beban persentase investasi setiap tahunnya, untuk mencapai target masa tua seperti yang diinginkan. Belum lagi jika harus menanggung biaya kehidupan orang tua dan juga anak-anak.

Memutuskan generasi sandwich memang tidak mudah di tengah situasi ekonomi yang semakin kompleks dan kebutuhan serta biaya hidup yang terus meningkat. Setiap generasi pasti memiliki tantangannya masing-masing.

“Apalagi bisa jadi di masa yang akan datang persaingan anak-anak kita jauh lebih besar dibandingkan dengan persaiangan yang kita hadapi sekarang, baik dari sisi pekerjaan atau gaya hidup yang lebih kompleks,” paparnya.

Oleh karena itu, menurutnya sudah saatnya generasi saat ini harus cerdas melakukan managing cashflow, harus memulai menata persiapan pensiun, juga asuransi kesehatan untuk mengurangi beban di masa setelah pensiun.

Andoko mencermati, seringkali orang tua telah menyiapkan dana untuk pernikahan ataupun warisan untuk anaknya. Meskipun hal tersebut sudah menjadi kewajiban, tetapi jangan sampai mereka melupakan menyiapkan dana untuk dirinya sendiri.

“Karena begitu pensiun mereka harus mempertahankan gaya hidup mereka paling tidak sebesar 70%,” jelasnya.

Selanjutnya, banyak alternatif yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan hari tua. Misalnya, menambah kontribusi dalam program dana pensiun, membeli reksa dana, program asuransi yang memiliki manfaat tabungan ataupun investasi lainnya, atau emas.

Adapun beberapa orang juga melakukan investasi dengan membeli tanah atau properti yang menghasilkan seperti kontrakan atau kos-kosan. “Ini dapat menjadi pemasukan lainnya yang dapat mengganti gaji saat pensiun nanti,” katanya.

 

Asuransi Kesehatan

Perencana keuangan ZAP Finance Prita Hapsari Ghozie menambahkan selain lalai mempersiapkan masa pensiun, faktor lain yang menyebabkan terjadi generasi sandwich adalah lantaran seseorang tidak memperhitungkan kebutuhan primer dengan baik, bahkan mendahulukan keinginan-keingainan yang bersifat tersier.

“Selain itu juga karena tidak memiliki asuransi kesehatan, sehingga saat sakit membutuhkan bantuan dana dari orang lain,” kata Prita.

Apabila hal tersebut benar-benar terjadi, generasi sandwich memiliki tantangan yang berat lantaran memiliki potensi terkurasnya keuangan karena kesulitan untuk mengelola hidup masa sekarang dan masa depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Alert! Stok Darah di DIY Menipis, PMI Dorong Instansi Gelar Donor Darah

Jogja
| Sabtu, 20 April 2024, 13:47 WIB

Advertisement

alt

Yordania Tegaskan Larang Wilayah Udaranya Jadi Medan Tempur Iran vs Israel

News
| Sabtu, 20 April 2024, 15:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement