Advertisement

Lia Mustafa, Memadukan Batik Jogja dan Cirebon dalam Hidden The Mask

Salsabila Annisa Azmi
Selasa, 06 November 2018 - 09:35 WIB
Maya Herawati
Lia Mustafa, Memadukan Batik Jogja dan Cirebon dalam Hidden The Mask Busana seri The Hidden Mask rancangan Lia Mustafa - ist/Lia Mustafa

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Desainer Lia Mustafa memadukan tradisi syiar batik Jogja dan Cirebon melalui tari topeng dalam balutan busana batik elegan bertajuk Hidden The Mask. Sebanyak delapan evening modest looks bertema Exhuberent dan Svarga didominasi warna hitam dan merah dirancang untuk mengapresiasi para penari topeng Cirebon di mana pun mereka berada.

Merancang delapan busana Hidden The Mask, Lia terinspirasi budaya kasultanan Jogja dan Cirebon yang menurutnya memiliki kesamaan akulturasi dan tradisi yang mempunyai hubungan sangat kental. Tradisi yang dimaksud adalah syiar dan sosialisasi batik melalui tari topeng.

Advertisement

Menurut Lia, seperti yang dikutip dari Ki Demang, abdi dalem Keraton Jogja, budaya tersebut berasal dari zaman kerajaan Mataram, lebih tepatnya zaman Sultan Agung Hanyokrokusumo. Di mana Permaisuri beliau adalah Putri Panembahan Ratu ke 2 Sultan Cirebon atau Maulana Karim atau Sultan Giri Laya karena beliau dimakamkan di Giri Laya Imogiri.

Kekerabatan Kasultanan Cirebon dan Mataram sangat kental. Batik pada awalnya hanya dibuat dan digunakan hanya untuk kalangan ndalem keraton. Keyakinan akan adanya kekuatan spiritual maupun makna filsafat yang terkandung dalam motif kain batik menjadi salah satu hal yang melatarbelakangi adanya batik larangan di Jogja.

Motif pada batik dipercaya mampu menciptakan suasana yang religius serta memancarkan aura magis sesuai dengan makna yang dikandungnya. Oleh karena itu beberapa motif, terutama yang memiliki nilai falsafah tinggi, seperti parang rusak dan parang barong dinyatakan sebagai batik larangan.

Maka dalam koleksi busananya yang ditampilkan dalam Jogja International Batik Bienalle (JIBB) 2018 ini, Lia menggunakan material silk dan knitting. Motif yang digunakan dalam busana ini adalah motif parang, lurik, topeng dan liris alun atau V.

Motif liris V terdiri dari nitik dan coret dipadukan dengan mega mendung. Motif lurik Jogja berpadu dengan motif mega mendung. Motif topeng juga berpadu dengan motif mega mendung. Semua motif berpadu dalam busana bernuansa merah dan hitam.

Dalam busana Lia terkandung tema Exhuberent dan Svarga. Exhuberent berarti suatu sikap optimis dan antusias ketika melihat dan menerima artificial intelligent. Namun sekaligus merasa santai karena hal itu sudah menyentuh keseharian kehidupan.

Sementara Svarga berarti respresentasi dari hakekat impian umat  manusia, yaitu bersama-sama  hidup rukun, bahagia, damai dan sejahtera  dimuka bumi.

Menurut Lia, justru di zaman milenial ini pendekatan budaya harus semakin sering tersampaikan melalui busananya.

 “Supaya bisik-bisik ego anak muda milenial yang punya ego tinggi dan kurang adanya kesopanan atau laku yang kurang pantas bisa tetap terjaga. Budaya jawa diimplementasikan dalam tari topeng Cirebon ini berbicara tentang hal-hal budaya yang seharusnya tetap bisa santun, hormat pada orang tua dan menjaga tata krama, juga penting kiranya terus diajarkan sampai kapanpun,” kata Lia belum lama ini.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Disbud DIY Rilis Lima Film Angkat Kebudayaan Jogja

Jogja
| Jum'at, 26 April 2024, 19:27 WIB

Advertisement

alt

Ditanya soal Kemungkinan Maju di Pilkada, Kaesang Memilih Ini

News
| Jum'at, 26 April 2024, 19:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement