Advertisement

JOGJA FUN RACE#4 : Nostalgia di Balik Kereta Angin

Salsabila Annisa Azmi
Sabtu, 17 November 2018 - 07:05 WIB
Nugroho Nurcahyo
JOGJA FUN RACE#4 : Nostalgia di Balik Kereta Angin Peserta mengamati sepeda yang diikutkan dalam Jogja Fun Race 4, Jumat (16/11/2018). - Harian Jogja/Salsabila Annisa Azmi

Advertisement

Kontes sepeda vintage Jogja Fun Race #4 tak sekadar memamerkan keunikan ratusan sepeda gunung kuno produksi sebelum 2000-an dan memenangkan kontes untuk meningkatkan harga jual. Ada kisah di setiap sepeda gunung kuno yang terpajang di Pasar Perjuangan, Srowalan, Purwobinangun, Pakem, Sleman itu. Berikut laporan wartawan Harian Jogja, Salsabila Annisa Azmi.

 Peserta dan panitia kontes sepeda vintage Jogja Fun Race #4 (JFR #4) yang mengenakan kaus olahraga sibuk hilir mudik di Pasar Perjuangan sambil sesekali menyentuh sepeda gunung kuno yang diletakkan berjejer di los pasar, Jumat (16/11/2018). Mereka kemudian menyibakkan kartu spesifikasi yang terjuntai di stang sepeda yang menarik perhatian mereka.

Advertisement

Di tengah kerumunan peserta kontes yang tengah syahdu mengamati keindahan sepeda gunung kuno, Adi Wijaya, 40, kala itu tengah berdiskusi dengan teman-temannya di samping sepeda gunung kuno miliknya.

Binar-binar di mata Adi langsung terpancar saat dia membicarakan sepeda gunungnya yang berwarna biru itu. Tangannya mengelus setang sepedanya pelan-pelan seolah sepeda itu adalah pujaan hatinya. Sepeda gunung Adi merupakan sepeda gunung keluaran 1990-an bermerek Miyata asal Jepang yang masuk dalam kategori Besi Crmo. Artinya, frame sepeda menggunakan bahan besi krom yang tipis dan ringan. Selain itu, sepeda Adi menggunakan rem model lama, yaitu rem jepit di luar bingkai jeruji-jeruji rodanya. Speed atau gigi sepeda gunungnya pun masih di bawah gir sembilan. Itu adalah ciri-ciri sepeda gunung kuno era sebelum 2000-an.

Sejak SMA Adi telah mengidam-idamkan Miyata, tetapi dia tak pernah bisa membelinya karena keterbatasan kondisi ekonomi keluarganya kala itu. Adi pun hanya bisa mengagumi keindahan Miyata yang kebetulan berseliweran di jalan. "Dulu saat Honda Astrea 800 berkaca kecil seharga Rp1,2 juta, sepeda Miyata lebih mahal lagi, sudah seharga Rp3 juta. Keluarga saya enggak kuat belikan," kata Adi menggebu.

Setelah dewasa dan bekerja, Adi merasa Miyata bak peliharaan yang mencari majikannya. Sepeda idamannya itu kembali mendatangi Adi melalui orang yang ingin menjual jenis sepeda itu. Adi yang sudah punya penghasilan sendiri, akhirnya memboyong Miyata yang diidamkannya sejak 1988. Adi rajin mengikutkan sepeda itu kontes, termasuk dalam JFR #4.

Namun bagi Adi, dirinya sama seperti pecinta sepeda gunung kuno lainnya yang hadir di Pasar Perjuangan Jumat sore itu. Kontes bukan hanya perihal menang dan menambah nilai jual sepeda, lalubernegosiasi harga dengan pembeli. Kontes sepeda gunung kuno juga selalu membangkitkan nostalgia mereka tentang cerita di balik sepeda mereka masing-masing. "Kadang belum tentu kok yang punya uang bisa beli sepeda tertentu. Bukan soal itu. Ya kayak kekasih, kalau pemiliknya sudah cocok, ditawari berapapun enggak akan mau lepasin," kata Adi.

Adi memaparkan hukum nilai jual sepeda dalam setiap kontes. Dia mengedar pandang ke seluruh los di Pasar Perjuangan. Sepeda-sepeda itu merupakan sepeda gunung kuno yang diproduksi pabrik asal Jepang, Taiwan, dan Amerika pada era sebelum 2000 an. Sudah empat kali JFR diadakan, nilai dari sepeda-sepeda itu selalu naik. Semakin banyaknya pencinta sepeda kuno yang bergabung dan semakin langkanya sepeda menjadi penyebabnya. Apalagi kalau sepeda itu sudah pernah menang dalam suatu kontes.

Sepeda-sepeda gunung di JFR yang nilainya bisa mencapai belasan hingga tiga puluhan juta itu biasanya diperjualbelikan perorangan melalui grup Facebook yang Adi ikuti, Sepeda Vintage Retro Classic Indonesia (VRCI). Bagi Adi, ada efek unik lain yang ditimbulkan dari kontes JFR. Seringkali perdebatan terjadi di grup Facebook itu. Entah karena perbedaan pendapat, hingga masalah jual beli seperti harga sepeda yang kurang cocok. "Nah, kontes ini juga sarana bagi mereka yang tadinya saling spaneng, biar bisa cair lagi," kata Adi sambil tertawa kecil.

 Bermacam Kategori

Ketua Penyelenggara JFR #4, Agung Botol, tergopoh-gopoh menghampiri panitia yang sibuk berdiskusi tentang penilaian kontes. Pria berusia 45 tahun yang menolak menyebutkan nama asli di balik nama Botol itu, kemudian menjelaskan spesifikasi kategori sepeda gunung yang sedang sibuk dinilai oleh para juri. Dalam JFR #4, ada kategori Besi Crmo, Alloy Carbon, Titanium, Rear Full Suspension dan Free For All.

Sepeda-sepeda gunung yang masuk dalam kategori Besi Crmo merupakan sepeda gunung produksi era 80 an hingga 90 an yang framenya terbuat dari besi chrome. Bahan krom cenderung tipis dan ringan saat digunakan bersepeda. Seiring perkembangan zaman, muncul lah sepeda gunung kategori Alloy Carbon, di mana frame sepeda berbahan besi chrome dengan campuran alumunium.

Sedangkan kategori titanium merupakan sepeda gunung kuno berframe titanium yang lebih ringan daripada krom. Harganya paling fantastis di antara kategori lainnya, hanya untuk membeli frame sepedanya saja, penggemar sepeda kuno harus merogoh kocek sekitar Rp20 juta. Itulah sebabnya jenis sepeda gunung ini yang paling sedikit mengikuti kontes JFR #4. Seluruh kategori yang telah disebutkan menggunakan rem model disc brake yang menjadi ciri sepeda gunung keluaran era 80 hingga 90 an.

"Kalau kategori Free For All, itu campuran. Jadi framenya itu kuno, keluaran sebelum 2000-an. Tetapi onderdilnya modern, misalnya model rem sudah disc brake di ujung jeruji, kemudian speed-nya [giginya] sudah di atas delapan. Ada yang sampai speed-nya 10," kata Agung.

Setelah Free For All, ada juga kategori Rear Full Suspension di mana sepeda gunung kuno sudah mengarah pada sepeda untuk downhill. Maka sepeda-sepeda itu sudah memiliki suspensi di roda belakang. Sepeda ini merupakan peralihan antara era 90-an menuju ke era 2000-an.

Dalam JFR #4, masyarakat umum, anggota VRCI dan panitia boleh mendaftarkan sepeda gunung kuno milik mereka ke kontes selama memenuhi syarat yaitu frame sepeda merupakan keluaran sebelum era 2000 an. Setelah itu, tak ada lagi seleksi lebih lanjut. Agung mengatakan ada 90 peserta terdaftar. Masing-masing peserta bisa mendaftarkan satu hingga lima sepeda gunung kunonya. "Jadi total bisa sampai ratusan sepeda dalam kontes ini. Nanti dalam setiap kriteria ada penilaiannya," kata Agung.

 

Nilai Jual

Agung memaparkan sepeda kategori Besi Crmo, Titanium dan Suspensi akan dilihat dari orisinalitasnya. Misalnya, sepeda gunung kuno berframe besi krom menggunakan onderdil LX, maka semakin banyak onderdil LX yang digunakan, semakin besar peluang menang. Kerapian cat dalam repaint juga memperbesar peluang jadi juara.

Sedangkan kategori titanium, onderdilnya harus sesuai dengan konsep titanium yang ringan. Misalnya suspensi hingga sadel sepeda berbahan titanium yang ringan. Apabila onderdil diganti pun, menggunakan onderdil yang kelasnya di bawah merek shimano kurang dilirik oleh juri. Karena semakin banyak onderdil berbahan titanium akan semakin ringan sepeda itu.

"Kalau yang free for all, konsepnya custom. Itu akan dinilai dari kreativitas peserta. Karena mereka gunakan frame lama dengan onderdil modern," kata Agung.

Peserta yang menang akan mendapatkan piala dan plakat kebanggaan dalam dunia koleksi sepeda gunung kuno. Agung mengakui kesaktian plakat itu dalam menaikkan harga jual sepeda kuno. Apalagi setiap tahunnya, harga sepeda kuno terus menanjak. "Harga sepeda kuno tidak pernah turun, tidak pernah juga misalnya punya sepeda harga Rp25 juta terus dijual di bawah itu. Harga naik terus apalagi kalau dapat plakat, makanya plakat itu kebanggaan," kata Agung. ([email protected])

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Soal Pembebasan Lahan untuk IKN dan PSN, AHY: Tidak Boleh Asal Gusur

Sleman
| Kamis, 25 April 2024, 16:17 WIB

Advertisement

alt

Pemerintah Pastikan Tidak Impor Bawang Merah Meski Harga Naik

News
| Kamis, 25 April 2024, 13:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement