Advertisement

Kelebihan Kerja, Generasi O Diincar Penyakit Kronis

Dewi Andriani
Selasa, 27 November 2018 - 09:35 WIB
Maya Herawati
Kelebihan Kerja, Generasi O Diincar Penyakit Kronis Ilustrasi bekerja - Reuters

Advertisement

Bisnis.com, JAKARTA -- Waktu sudah hampir menunjukkan pukul 3 pagi. Namun, Rinda masih saja sibuk berkutat di depan layar laptopnya,  ditemani secangkir kopi hangat dan sebungkus kripik kentang.

Wanita yang bekerja di salah satu industri kreatif tersebut tak lagi menghiraukan kantuk yang sedari tadi menghampiri karena deadline sudah di depan mata. Baginya yang terpenting, tugas harus segera rampung karena masih banyak pekerjaan lain yang menanti untuk diselesaikan.

Advertisement

Wanita berusia 26 tahun tersebut mengaku cukup kewalahan dengan tugasnya sehingga dia harus rela begadang dan mengonsumsi berbagai jenis makanan tak sehat untuk menemaninya bekerja hingga larut. Apalagi jika sudah mendekati deadline, tekanan dan beban yang dirasakan kian bertambah.

Rinda hanya satu dari sekian banyak masyarakat yang masuk dalam golongan Generasi O . Mungkin belum banyak masayarakat yang familiar dengan istilah Generasi O. Padahal fenomena Generasi O sebetulnya sangat banyak, jumlahnya pun terus meningkat, bahkan mungkin kita adalah satu diantaranya.

Istilah tersebut muncul dari hasil riset Sun Life Financial Asia Health Index 2014, yang menemukan adanya satu kelompok usia produktif yang tergolong dalam kategori Generasi O. Yaitu generasi yang overworked atau terlalu banyak bekerja, overeating yang banyak makan tidak sehat sehingga menyebabkan kegemukan dan obesitas, dan overwhelmed yang hidupnya semakin kewalahan sehingga menyebabkan stress.

Studi tersebut dilakukan di delapan negara Asia termasuk Indonesia terhadap 600 responden yang berada dalam kelompok usia produktif antara 17 hingga 49 tahun.

Shierly Ge, Chief Marketing Officer Sun Life Financial Indonesia mengatakan setelah dilakukan survey lanjutan pada 2017 ditemukan bahwa populasi generasi O kian meningkat.  Hal tersebut muncul seiring dengan gaya hidup masyarakat yang cenderung menjalani pola hidup tidak teratur dan mengabaikan asupan makanan yang baik.

Selain itu, dengan semakin banyaknya beban dan tekanan pekerjaan membuatnya sangat sibuk bekerja sehingga tidak memiliki waktu untuk berolahraga karena waktunya sudah habis berkutat dengan kesibukan yang membuatnya kewalahan.

Dalam survey tersebut ditemukan bahwa 51% generasi muda Indonesia belum rutin berolahraga. Adapun yang tidurnya kurang dari 6 jam per hari sebanyak 34%. Sementara itu, 32% diantaranya memiliki kebiasaan makan yang tidak sehat. Masyarakat yang memiliki kebiasaan merokok lebih dari 1 kali per hari juga cenderung lebih tinggi presentasinya dari negara lain yaitu 22% dibandingkan dengan 13% secara regional.

“JIka ini dibiarkan terus menerus akan sangat membahayakan karena memicu timbuknya berbagai penyakit tidak menular. Karena itu tak heran jika sekarang semakin banyak kelompok usia lebih muda yang terkena penyakit tidak menular,” ujarnya.

Prevelensi PTM Meningkat

Hal ini sejalan dengan hasil data riset kesehatan dasar (riskesdas) 2018 yang baru saja dirilis oleh Kementerian Kesehatan. Dari hasil tersebut ditemukan bahwa prevelensi penyakit tidak menular seperti stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes militus, dan hipertensi mengalami kenaikan dibandingkan dengan riskesdas 2013.

Disebutkan bahwa prevelensi stroke naik dari 7% menjadi 10,9%, penyakit ginjal kronis naik daro 2% menjadi 3,8%. Begitupula dengan hasil pemeriksaan gula darah, jumlah penderita diabetes militus naik dari 6,9% menjadi 8,5%. Kenaikan tertinggi terjadi pada penderita hipertensi yang melonjak dari 25,8% menjadi 34,1%.

Kenaikan prevelensi penyakit tidak menular ini pun tak lepas dari pola hidup yang seperti dilakukan oleh para Generasi O yaitu merokok, kurangnya aktivitas fisik, stress, dan jarang mengonsumsi buah dan sayur.

Di samping itu, gaya hidup tak sehat yang jarang bergerak dan banyak mengonsumsi berbagai makanan tak sehat ikut menyumbang naiknya proporsi obesitas pada dewasa (overweight). Sejak tahun 2007 jumlah populasi yang mengalami obesitas hanya 10,5%, kemudian naik menjadi 14,8% di tahun 2013, dan pada 2018 ini jumlahnya melompak ke angka 21,8%.

Dwi Sutarjantono, Pengamat Gaya Hidup mengatakan perubahan pola perilaku tersebut tak lepas dari gaya hidup modern yang serba teknologi serta semakin masifnya perkembangan media sosial. Hal ini membuat mereka terpacu untuk mencapai sesuatu yang “dipamerkan” di media sosial, untuk kemudian mereka “pamerkan” kembali kesenangan tersebut di media sosial.

Misalnya saja, hanya sekadar untuk berfoto di depan ikon lokasi wisata baik di dalam maupun luar negeri, menikmati berbagai kuliner dengan memotret menu tersebut sebelum dimakan, membeli barang-barang branded untuk dipamerkan di media sosial, dan lainnya.

“Ini membuat mereka seolah hidup untuk dunia maya. Ada permasalahan identitas yang kerap dialami akibat perkembangan media sosial ini,” tuturnya.

Akibatnya generasi tersebut akan sangat ambisus dan terpacu dalam meraih keinginannya sehingga apapun akan dilakukan, terlebih mereka juga sangat menyukai tantangan baru, bekerja cepat, dan ambisius dalam meraih keinginannya. Namun di sisi lain, semangat tersebut justru membawa mereka pada kondisi kelelahan baik secara fisik maupun mental belum lagi ketatnya persaingan sehingga dapat memicu stress.

Dalam menghadapi tantangan tersebut, Generasi O ini cenderung memilih cara yang instan untuk menyelesaikan masalahnya. Misalnya saja dengan bekerja hingga larut malam, mengonsumsi makanan cepat saji -apalagi dengan banyaknya kemudahan yang ditawarkan ojek online sehingga semakin mudah memesan makanan tanpa harus bergerak, bahkan di malam hari-.

Di samping itu, para Generasi O ini pun terlalu menyibukkan dirinya dengan gadget dan berada pada posisi yang sama dalam waktu berjam-jam atau tidak banyak bergerak. “Tanpa disadari kebiasaan tersebut justru memunculkan berbagai penyakit baru,” ungkapnya.

Memang, sambungnya, saat ini sudah banyak Generasi O yang memahami pentingnya pola hidup sehat. Sayangnya, pemahaman tersebut belum diimplementasikan sebagai pola hidup sehari-hari, hanya sekadar mengikuti trend untuk “dipamerkan” di media sosial.

Sementara itu, Grace Joselini, Dokter Timnas Sepakbola Wanita Indonesia Asian Games 2018 mengatakan rutinitas kelebihan beban kerja hingga kelelahan, konsumsi makanan berlebih dan tak sehat, serta minimnya aktivitas fisik berisiko menimbulkan berbagai penyakit tidak menular, seperti diabetes, stroke, jantung, dan hipertensi.

Secara jangka pendek, para Generasi O rentan terserang virus dan infeksi yang membuatnya lebih mudah sakit sebab imunitas dalam tubuhnya berkurang..

Menurutnya, kebiasaan Generasi O yang senang duduk berlama-lama di belakang meja tanpa diselingi aktivitas fisik sambil ternyata sama bahayanya dengan merokok. “Duduk yang sangat lama dan lebih dari dua jam sehari akan berdampak buruk secara jangka panjang. Istilahnya yaitu sitting is the new smoking,” ujarnya.

Grace menjelaskan duduk yang terlalu lama dapat memperlambat kinerja hormone insulin sehingga menghambat peredaran darah yang berakibat pada penyempitan pembuluh darah. Secara jangka panjang, efeknya akan sama seperti risiko penyakit orang yang merokok.

“Jadi buat apa kalau kita bisa punya uang banyak, kerja terus menerus tapi kondisi badan justru tidak sehat,” tuturnya

Untuk itulah, penting bagi Generasi O meluangkan waktu minimal 30 menit per hari untuk melakukan aktivitas fisik dengan intensitas sedang. Langkah awalnya bisa dengan melakukan olahraga dasar seperti jogging, jalan cepat, dan lari.

Di samping itu, bisa juga menyelipkan aktivitas fisik ringan dalam rutinitas kerja seperti lakukan peregangan,bergerak untuk mengambil minuman, naik turun tangga, hingga berjalan kaki selama 10 menit.

Selain itu, yang tidak kalah penting adalah mengontrol pola makan secara perlahan. Jika biasanya cemilannya gorengan semua, bisa diganti setengah dengan buah dan makanan sehat. Lakukan pelan-pelan hingga akhirnya menjadi kebiasaan dan pola hidup harian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

BREAKING NEWS: Gempa Bumi Magnitudo 5 Guncang DIY, Ini Lokasi Pusatnya

Jogja
| Kamis, 28 Maret 2024, 15:47 WIB

Advertisement

alt

Mendag Sebut Kemendag Tak Tinggal Diam Mengetahui Perdagangan Pakaian Bekas Impor Kembali Marak

News
| Kamis, 28 Maret 2024, 14:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement