Advertisement

KOMUNITAS: Bipolar Care, Meretas Stigma, Memberdayakan Karya

Salsabila Annisa Azmi
Selasa, 25 Desember 2018 - 09:35 WIB
Maya Herawati
KOMUNITAS: Bipolar Care, Meretas Stigma, Memberdayakan Karya Komunitas Bipolar Care - ist/Bipolar Care

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Orang yang didiagnosa bipolar berjuang masing-masing menghadapi stigma masyarakat, bahkan stigma keluarga yang masih buruk. Komunitas Bipolar Care Indonesia Jogja hadir untuk merangkul mereka untuk bangkit bersama-sama dan memberdayakan karya-karya mereka agar bisa hidup mandiri secara stabil.

Dipandang sebagai orang gila dan menjadi aib keluarga masih dialami oleh orang-orang yang didiagnosa menderita bipolar disorder. Ada juga yang menganggap bahwa bipolar berarti memiliki kepribadian ganda. Padahal bipolar adalah kelainan pada neurotransmiter yang menyebabkan senyawa kimia tertentu berlebih pada otak, sehingga menyebabkan pergantian mood menjadi tidak stabil. Awalnya, penderita bipolar di Jogja berkumpul di grup Facebook Bipolar Care Indonesia di  Jakarta untuk saling berbagi.

Advertisement

Ketua Komunitas Bipolar Care Indonesia di Jogja, Dhiend Kartikasari, 30, mengatakan komunitas di Jogja terbentuk dalam waktu satu hari. Sama-sama merasa perlu membentuk komunitas pendukung bipolar di Jogja, mereka akhirnya berkoordinasi di grup Facebook untuk berkumpul dan langsung menentukan kepengurusan. Komunitas pun resmi terbentuk 14 April 2016.

“Anggota komunitas adalah caregiver dan survivor. Jadi tidak hanya yang bipolar saja, tetapi juga ada psikolog dan dokter,” kata Dhiend kepada Harian Jogja belum lama ini.

Di era media sosial, semakin banyak orang-orang yang melakukan self diagnose. Artinya, banyak orang yang merasa sedih berkepanjangan dan mencoba mencari tahu soal kondisinya di Internet. Setelah membaca gejala bipolar atau depresi, mereka langsung mengira bahwa mereka menderita bipolar atau depresi.

Dhiend mengatakan Komunitas Bipolar Care Indonesia dibentuk untuk membedakan orang-orang dengan diagnosa dokter dan self diagnose. Hal tersebut menurutnya penting, agar anggota dapat mengekspresikan diri dan bercerita soal masalahnya dengan leluasa karena mereka memiliki kesamaan yaitu diagnosa dokter.

“Tidak sembarangan untuk menentukan apakah suatu kondisi itu bipolar atau enggak, karena batas antara satu penyakit mental dengan penyakit mental lainnya sangat tipis, berbeda keadaan sedikit sudah berbeda namanya, jadi harus pakai diagnosa,” kata Dhiend.

Banyak kegiatan komunitas yang digelar untuk mencegah anggota mengurung diri di rumah mereka masing-masing saat sedang dalam fase manic atau fase depresi. Beberapa di antaranya adalah yoga tertawa, di mana anggota akan diajak yoga sambil tertawa selama dua jam penuh untuk mengisi tenaga mereka. Selain itu, ada berbagai macam psikoedukasi dengan berbagai tema menarik. Contohnya cara agar tidak mudah terkena trigger dari luar dan coping stres.

“Ada intro psikoterapi juga. Jadi anggota dikenalkan ke psikoterapi, nanti mereka tentukan sendiri mau lanjut terapi atau tidak,” kata Dhiend.

Support Group

Saat ini Komunitas Bipolar Care Indonesia Jogja telah bekerja sama dengan berbagai biro psikologi dan dokter klinis untuk konsultasi masalah obat. Tak jarang berbagai acara digelar dengan mendatangkan pihak-pihak yang bekerja sama.

Selain itu, komunitas juga memfasilitasi support group. Di mana ada lima kelompok yang berisi anggota dengan kondisi yang sama. Misalnya, anggota yang merupakan seorang ibu rumah tangga akan dikelompokkan dengan ibu rumah tangga lainnya. Psikolog dan dokter yang membimbing mereka juga merupakan ibu rumah tangga.

Tujuannya agar terjalin ikatan yang kuat dan keleluasaan saat mengungkapkan masalah mereka, diagnosa yang pas juga akan dihasilkan dari metode itu.

“Ada juga sharing session dengan anggota yang sudah berhasil lebih stabil setelah terapi, terkadang yang datang itu caregiver atau orang tuanya. Ya kami saling berbagi saja, kalau kami sedang dalam keadaan tertentu, kami inginnya keluarga itu bagaimana,” kata Dhiend.

Menurut Dhiend, penting bagi caregiver untuk rutin mengikuti kegiatan komunitas. Pasalnya, keluarga yang mendampingi penderita bipolar juga butuh konseling. Tak mudah bagi kondisi mental mereka untuk mendampingi dan memahami penderita bipolar. Syarat untuk menjadi anggota komunitas ini adalah memiliki diagnosa dokter. Namun komunitas ini tidak memiliki basecamp, tujuannya untuk membuat anggota mandiri dan berlari ke tangan profesional saat episode manicnya menyerang. Hingga saat ini, anggota komunitas berkumpul di mana saja.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Bupati Bantul Ingatkan Keberadaan Rip Current, Pengunjung Pantai Parangtritis Diminta Waspada

Bantul
| Selasa, 08 April 2025, 11:37 WIB

Advertisement

alt

Prabowo Bertemu Megawati di Teuku Umar, Sekjen Golkar: Bentuk Kerendahan Hati Seorang Presiden

News
| Selasa, 08 April 2025, 12:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement