Advertisement

KOMUNITAS: For-Kompak, Bersama Memperjuangkan Hak Anak Autis

Newswire
Minggu, 17 Februari 2019 - 09:35 WIB
Maya Herawati
KOMUNITAS: For-Kompak, Bersama Memperjuangkan Hak Anak Autis   Komunitas For Kompak

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA-Penerimaan orang tua yang memiliki buah hati dengan kondisi autis selalu tidak mudah pada awalnya. Melalui Forum Komunikasi Orang Tua dan Masyarakat Peduli Autis (For-Kompak) Jogja para orang tua bersatu berbagi pengalaman.

Mulanya, Suhermi Kumaiyah pertama kali mengetahui anak sulungnya autis ketika anaknya berusia 15 bulan. Meski sulit menerima kondisi tersebut, ia berupaya keras supaya anaknya bisa memperoleh kesempatan yang sama dengan anak-anak yang lain.

Advertisement

Terlebih ketika Maya, sapaan akrabnya, banyak berbagi dengan sesama orang tua yang memiliki anak autis. Anak sulungnya yang sempat ia sekolahkan di Sekolah Luar Biasa Autis Fajar Nugraha membuatnya memiliki kesempatan bertemu dengan orang tua lain.

“Kami banyak berbagi. Piye ya supaya masyarakat tidak lagi memiliki pandangan buruk tentang autis? Kami juga ingin mereka punya kesempatan yang sama dengan lainnya. Awalnya kami buat lomba Agustusan untuk anak-anak autis. Lho ternyata anak-anak kok seneng, ya, ” kata Maya saat ditemui Harian Jogja belum lama ini.

Ia menambahkan kebahagiaan anak-anak dalam agenda 17-an tahun 2015 itu kemudian menginspirasinya mengumpulkan sesama orang tua untuk meneruskan langkah ini. “Kami ketagihan bikin acara. Bulan April bikin acara lagi pas Hari Peduli Autis. Ternyata banyak yang senang,” katanya.

Akhirnya ia bersama dengan dua orang tua lain yaitu Yusi Novita dan Heni Karuniawati serta dua pendidik di SLB Autis Fajar Nugraha yaitu Etik Suprapti dan Kholifatudiniyah memiliki keinginan membuat suatu lembaga yang fokus terhadap pemberdayaan anak autis.

Tak lama setelah Hari Peduli Autisme yang mereka peringati pada 2 April 2016, mereka banyak mendapat masukan dari beberapa orang tua dan Kecamatan Depok, Sleman sebagai fasilitator acara peringatan untuk melegalkan lembaga tersebut.

Akhirnya, For-Kompak mendapat pengakuan notaris pada November 2016. Sejak itulah mereka memiliki misi menyiapkan anak-anak autis agar bisa mandiri dan mengembangkan minatnya masing-masing.

Menurut Maya, regulasi terkait anak autis masih belum ada. Untuk itu ia juga mengupayakan ke berbagai pihak untuk menciptakan iklim yang peduli anak autis. “Kami ingin memperjuangkan hak-hak mereka untuk mendapatkan akses pendidikan, kesehatan, dan nanti ke depannya kesempatan memperoleh pekerjaan sesuai kompetensi mereka,” kata Maya.

Menurutnya pemahaman masyarakat mengenai autisme masih sangat minim, terutama diperparah dengan ketiadaan bantuan dari pihak pemerintah dalam menyosialisasikan apa itu autisme.

“Kadang di rumah sakit pun dokter belum bisa sigap melayani anak autis. Karena memang belum ada regulasi yang menjamin anak-anak autis memiliki layanan khusus,” ujarnya.

Di lingkungan pendidikan pun masih banyak ditemui sekolah yang belum bisa menerima siswa apapun keadaan mereka. “Kadang alasannya guru atau tenaga pendidik nggak ada yang khusus mendampingi, kekurangan SDM. Jadi anak-anak banyak yang pindah-pindah sekolah,” ujar dia.

Bahkan menurut dia sekolah yang sudah menyandang status sekolah inklusi pun masih belum bisa menerima anak dengan kondisi autis. “Kalau difabel, memang sudah banyak yang aware ya, tapi autis belum,” tutur Maya.

Ia juga bersyukur anaknya yang kini sudah menginjak remaja bisa diterima di Sekolah Menengah Musik Jogja berkat kemampuannya bermain contrabass, padahal sekolah tersebut tidak menyandang status sekolah inklusi namun mau memberikan pendampingan terhadap anak autis.

 

Mengadvokasi Masyarakat

For-Kompak mencoba terus berupaya mengadvokasi masyarakat melalui berbagai hal. Kini, mereka sudah dirangkul pemerintah seperti Badan Pemberdayaan Perempuan Masyarakat Jogja, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Sleman, serta sering difasilitasi oleh Kecamatan Depok, Sleman setiap mengadakan kegiatan. “Kami bersyukur sudah ada perhatian dari pemerintah untuk memikirkan mereka,” ujarnya.

Meski begitu masih banyak masyarakat yang belum sadar tentang kondisi anak autis. Terutama mereka yang sering membuat jokes tentang anak autis. Untuk itu, kini For-Kompak berupaya melakukan sosialisasi untuk kalangan ibu-ibu PKK. “Mulai sekarang stoplah membuat autis sebagai bahan ejekan,” kata Maya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Lajeng Padmaratri

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Puluhan Kilogram Bahan Baku Petasan Disita Polres Bantul

Bantul
| Kamis, 28 Maret 2024, 21:27 WIB

Advertisement

alt

Patahan Pemicu Gempa Membentang dari Jawa Tengah hingga Jawa Timur, BRIN: Di Dekat Kota-Kota Besar

News
| Kamis, 28 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement