Advertisement

Bunuh Diri Ternyata Bisa karena Faktor Genetik. Menurun?

Newswire
Sabtu, 13 Juli 2019 - 13:07 WIB
Bernadheta Dian Saraswati
Bunuh Diri Ternyata Bisa karena Faktor Genetik. Menurun? Ilustrasi Bunuh Diri

Advertisement

Harianjogja.com, DEPOK--Penulis cerdas yang buku-bukunya menghiasi rak di toko buku seluruh dunia, Ernest Hemingway, melakukan bunuh diri sekitar tiga minggu sebelum ulang tahunnya yang ke-62.

Dan yang mengejutkan, ternyata lima anggota keluarga terdekat Hemingway lainnya, yaitu ayahnya, dua orang saudaranya, dan cucunya, juga melakukan bunuh diri.

Advertisement

Diduga, beberapa anggota dari garis keturunan ayah Hemingway memiliki kondisi genetik tertentu yang membuat mereka berisiko melakukan bunuh diri.

Dikutip dari wikipedia, penyakit keturunan yang diderita keluarga Hemingway dikenal sebagai hemokromatosis, di mana terjadi konsentrasi zat besi yang berlebihan di dalam darah, yang menyebabkan kerusakan pada pankreas dan juga menyebabkan depresi atau ketidakstabilan dalam cerebrum.

Hal ini diamini oleh DR. dr. Nova Riyanti Yusuf, SoKJ, yang baru saja meraih gelar doktor di bidang Ilmu Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Kamis (11/7/2019).

"Faktor genetik berperan dalam risiko gangguan jiwa, termasuk bunuh diri. Bunuh diri bisa jadi output dari depresi berat yang tidak ditangani. Atau bunuh diri bisa jadi output skizofrenia yang ada bisikan-bisikan yang yang menyuruh seseorang bunuh diri. Jadi, bunuh diri itu output dari gangguan jiwa," katanya dalam temu media di Gedung G Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, pascasidang terbuka program doktoralnya.

Faktor risiko bunuh diri itu kompleks, tapi menurut perempuan yang akrab pula disapa Noriyu ini, bisa disederhanakan menggunakan teori biopsikososial, yaitu faktor biologi, psikologi, dan sosial.

Ia mencontohkan sebuah kasus yang pernah ditelitinya, yaitu kasus pelukis asal Jogja yang melakukan bunuh diri. "Dicek biologinya, tidak ada keturunan bunuh diri di keluarganya. Tapi begitu dicek psikologinya, ada kondisi kejiwaan yang ternyata tidak tertangani," jelasnya.

Si pelukis, kata Nova, setiap kali melukis, ia akan berdandan dengan sangat rapi, memakai sepatu dan kemeja. Semalaman ia memiliki energi berlebih untuk melukis, sambil menyanyi dan bersiul-siul. Ternyata, pada saat berkreasi, ia mengalami fase manik, bagian dari bipolar.

"Nah, pada saat mau bunuh diri, ia masuk ke fase depresi dan psikotik, di mana ia tidak bisa membedakan antara realitas dan khayalan. Menurut keluarganya, dia menjadi menarik diri dari pergaulan. Dan sehari sebelum bunuh diri, si pelukis itu merasa seperti ada belatung berjalan di tangannya," paparnya.

Jadi, secara biologis tidak ada keturunan, tapi ada gangguan psikologis yang menjadi faktor risiko.

Nah, pada Hemingway, menurut Nova, terlihat beberapa generasi melakukan bunuh diri. Dan dari hasil banyak penelitian dan pengamatan, diketahui mereka memang memiliki gangguan jiwa. Ada yang terlibat narkoba, dan ada yang sakit parah, yang memicu gangguan jiwa. ada yg karena narkoba, gangguan jiwa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : suara.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Disperin Gunungkidul Akan Monitoring Pemberian THR

Gunungkidul
| Selasa, 19 Maret 2024, 20:27 WIB

Advertisement

alt

Enam Jalan Tol Baru Digratiskan Saat Lebaran

News
| Selasa, 19 Maret 2024, 20:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement