Advertisement

Tak Ada Rasa Sakit, Mayoritas Penderita Kanker Paru Terlambat Berobat

Nindya Aldila
Minggu, 07 Februari 2021 - 22:27 WIB
Nina Atmasari
Tak Ada Rasa Sakit, Mayoritas Penderita Kanker Paru Terlambat Berobat Ilustrasi kanker paru - Istimewa

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA - Kebanyakan kasus kanker paru terlambat mendapat penanganan karena datang ke rumah sakit sudah dalam kondisi berat. Menurut data Globocan 2020, terdapat 34.783 kasus baru kanker paru di Indonesia tahun lalu, dan 30.843 di antaranya meninggal dunia atau sekitar 84 orang dalam sehari.

Pokja Onkologi Toraks Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Sita Laksmi Andarini mengatakan kebanyakan pasien datang ke rumah sakit pasien sudah datang dalam stadium 4.

Advertisement

Hal ini sesuai temuannya di RS Persahabatan sebesar 80 persen pasien kanker paru terlambat melakukan melakukan pengobatan dan datang ke dokter sudah dalam kondisi berat.

Baca juga: Tips Menata Rumah Berukuran Mungil Agar Tetap Nyaman Dihuni

“Jadi sudah ada penyebaran. Baik itu cairan di paru, rongga dada atau tempat lain. Biasanya karena di paru tidak ada saraf sehingga pasien tidak merasakan sakit atau nyeri jadi datang sudah terlambat,” katanya, Minggu (7/2/2021).

Untuk itu, diperlukan pemeriksaan kesehatan rutin, terutama pada kelompok orang yang berisiko tinggi seperti laki-laki di atas 40 tahun dengan riwayat merokok dengan gejala respirasi, batuk, sesak, batuk darah 2 pekan tidak hilang dengan pengobatan biasa.

Mereka wajib melakukan deteksi dini dan diagnosis kanker paru seperti biopsi dan bronkoskopi hingga pemeriksaan lanjutan seperti rontgen toraks dan CT scan.

Baca juga: Rasa Gembira Efektif Mencegah Stroke, Ini Penjelasan Dokter Syaraf

Senada dengan Sita, Ketua Perhimpunan Hematologi Onkologi Medik Ilmu Penyakit Dalam Indonesia (PERHOMPEDIN) Tubagus Djumhana mengatakan dirinya banyak menemukan kasus keterlambatan pengobatan pada pasien kanker paru di antara pria di atas 40 tahun yang sudah lama menikmati rokok.

“Tiba-tiba sudah ada cairan di luar selaput paru-paru. Begitu disedot ada darahnya dan diperiksa dalam darahnya ada sel kanker,” ujarnya.

Saat ini angka tahan hidup pasien kanker paru sangat tergantung pada diagnosis. Mayoritas kasus kanker paru baru diketahui saat stadium lanjut 3 atau 4 dengan angka tahan hidup yang semakin rendah.

Oleh sebab itu diagnosis yang tepat dan cepat sangat berarti guna memastikan pasien mendapatkan penanganan yang juga tepat dan akurat sesuai tipe kanker paru.

Diperlukan kerja sama multidisiplin yang baik agar dapat menangani pasien kanker paru secara menyeluruh dari mulai diagnosis, pengobatan hingga pemantauan.

Dokter Sita menjelaskan 90 persen dari kanker paru merupakan kanker paru jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK atau non-small cell lung cancer).

Tatalaksana kanker paru tergantung akan jenis, stadium dan performance status pasien. Untuk stadium 1,2,3 dapat dilakukan tindakan pembedahan, yang dapat diikuti oleh radioterapi atau kemoterapi.

Sedangkan pada stadium IV, tatalaksana kanker paru bergantung pada driver oncogen atau penanda molekuler yang menyertainya.

Beberapa terapi yang tersedia untuk kanker paru di antaranya adalah kemoterapi, targeted therapy, dan immunotherapy.

“Targeted therapy beberapa sudah ditanggung pemerintah yaitu EFGR therapy. Jadi kalau pasien dengan mutasi EFGR obatnya bukan kemoterapi, tetapi tablet. Kalau sudah tidak mempan lagi, juga akan dilanjutkan tablet dengan generasi ketiga,” terang Sita.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Kembangkan Digitalisasi UMKM, Pemkot Libatkan Mahasiswa

Jogja
| Selasa, 16 April 2024, 22:27 WIB

Advertisement

alt

Konflik Israel di Gaza, China Serukan Gencatan Senjata

News
| Selasa, 16 April 2024, 19:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement