Anak Muda Gandrung Pakai Wastra, Tren Fesyen Semata?
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA — Siapa bilang berkain batik maupun tenun dalam kegiatan sehari-hari ndeso?. Kini, tren mengenakan wastra saat berkegiatan sehari-hari mulai menjangkiti anak muda.
Bahkan, kepercayaan diri anak muda yang memakai wastra atau kain tradisional saat bekerja, kuliah, bahkan saat menongkrong menjadi meningkat.
Advertisement
Bukan momen formal ataupun acara kenegaraan, Bella, 25, dengan percaya dirinya menggunakan kain yang sekilas tampak seperti batik sebagai bawahan saat berkunjung ke salah satu pameran seni di Jogja beberapa waktu lalu. Kain dengan motif bunga yang memiliki warna dominan merah muda itu ia padupadankan dengan kaos putih dan sepatu kets.
BACA JUGA: Kenali 4 Tanda Gagal Jantung yang Tidak Disadari
Tanpa takut melorot, Bella mengikat kuat ujung kain itu dengan sedemikian rupa di bagian perutnya. Ia pun bisa melenggang dengan leluasa meski menggunakan bawahan kain. Meski begitu, ia pun tetap menjaga langkahnya dengan hati-hati agar ikatan kainnya tidak rusak.
Pilihan Bella untuk berkain ketika pergi ke pameran seni kala itu tak lepas dari tren menggunakan wastra Nusantara sebagai street wear di kalangan anak muda. Ia mengaku ingin merasakan pengalaman yang berbeda ketika main dan nongkrong dengan gaya fesyen berbeda dari biasanya.
"Dulu juga enggak pernah pakai kain buat main. Tetapi karena di media sosial udah banyak tutorial mix and match kain tradisional, aku jadi tertarik pengen nyoba," kata Bella saat menceritakan pengalamannya itu kepada Harianjogja.com, Kamis (18/8/2022).
Dia mengaku beberapa kali menggunakan kain tradisional seperti batik dan lurik sebagai bawahan setelah tren ini marak di media sosial. Sebelumnya, wastra yang ia gunakan lebih sering sudah disulap jadi kemeja atau gaun untuk digunakan ke acara formal seperti wisuda, pernikahan, dan sebagainya.
Beberapa waktu terakhir kampanye berkain di media sosial memang jamak dilakukan di media sosial. Gelombang tren bangga berbusana Nusantara ramai disuarakan oleh sejumlah public figure dalam rangka revolusi seni dan budaya Indonesia.
Bella mengakui peran media sosial serta sejumlah public figure yang mengampanyekan tren berbusana dengan kain tradisional cukup membuatnya tertarik. Kain yang tadinya dianggap kuno dan jadul itu rupanya bisa dipadu-padankan secara kekinian dan tetap modis.
Disinggung soal bagaimana tanggapan kawan-kawannya mengenai pilihannya berkain saat menongkrong, Bella menuturkan bahwa hal itu tak jadi masalah. Sebab ia berada di lingkungan pertemanan yang cukup menghargai kebebasan berbusana.
"Enggak pernah dipandang aneh, sih. Ada juga yang tertarik tapi belum pede [percaya diri]," ujarnya. Dia juga tak ragu mengunggah pengalamannya kala menggunakan wastra itu di media sosial.
BACA JUGA: Pemda DIY Berambisi Jadikan Jogja sebagai Pusat Fashion Dunia
Tira, 27, juga merupakan salah satu anak muda yang ikut serta dalam tren berkain. Tak sendirian, ia bahkan pernah mengajak rekan-rekan kantornya menggunakan wastra sama-sama untuk digunakan bekerja.
"Waktu itu momennya Hari Kartini. Nggak cuma yang perempuan aja yang pakai kain, yang cowok juga. Udah banyak kan cowok pakai bawahan kain gitu," ujar Tira.
Kala itu, kata Tira, ada yang menggunakan batik, lurik, dan tenun lainnya. Momen itu pun menjadi ajang Tira dan teman-temannya saling mengapresiasi soal budaya Indonesia karena kain yang digunakan berbeda-beda. "Jadi tahu bahwa kain-kain tradisional itu banyak ragam dan coraknya, bagus-bagus," tuturnya.
Meski sudah jadi tren mode, namun ada pula anak muda yang belum tertarik menjajalnya. Rizki, 25, jadi salah satunya. "Sebenarnya bagus juga, tetapi kalau buatku sendiri mungkin kurang cocok buat fesyen sehari-hari karena lebih suka pakai busana yang simpel," kata Rizki.
Kini, di media sosial tren ini dengan mudah ditemukan lewat tagar #berkainbersama. Meski demikian, akademisi melihat bahwa hal ini perlu dibarengi dengan edukasi soal makna tiap wastra itu sendiri.
Dosen Prodi Pendidikan Teknik Boga dan Busana UNY, Afif Ghurub Bestari menuturkan bahwa ada dua hal yang perlu dilihat dari tren berkain di kalangan anak muda.
"Kalau dari aspek perkembangan positif anak muda yang cinta terhadap wastra, itu oke. Artinya makin banyak yang menggemari itu kan sebuah poin positif. Namun, kita juga perlu memahami bahwa anak-anak muda ini harus mengerti dan memahami apa yang mereka gunakan," kata Afif, Kamis.
Ia yang juga merupakan desainer yang mengangkat wastra Nusantara dalam setiap karyanya ini merasa bahwa menggunakan wastra dalam kegiatan sehari-hari saja tak cukup. Anak muda perlu dibekali literasi mengenai kain tradisional.
"Misalnya bicara lurik. Apakah lurik itu kain tenun atau tekstil modern yang bermotif garis-garis? Lalu, kalau bicara batik, apakah kain yang menggunakan motif ornamen itu pasti batik?" urainya.
Dia melanjutkan, jangan sampai orang menggunakan busana namun tak begitu paham apa yang ia gunakan. Sebab, perlu menjadi pemahaman bersama apakah yang digunakan itu benar wastra atau kain dengan cetakan bermotif wastra.
Parahnya lagi, jika rupanya kain bermotif itu bukan menunjukkan motif Nusantara melainkan dari luar negeri, namun dianggap sebagai wastra Nusantara.
"Kalau ada anggapan bahwa pakai kain print motif batik itu sebagai hal yang salah atau buruk, ya enggak juga, tetapi alangkah baiknya jika generasi muda juga mulai paham tentang itu. Harus diberikan pemahaman mana yang wastra nusantara, mana yang tekstil dengan print motif wastra nusantara. Di situ sebenernya yang setelah ini perlu digiatkan lagi," tuturnya.
Ia menekankan, batik saja diakui UNESCO sebagai warisan budaya tak benda. Artinya, yang perlu dimaknai adalah apa yang terkandung di dalam kain itu, bukan hanya sekadar rupa motifnya.
Pemahaman dan literasi soal wastra nusantara dianggap Afif sangat penting sebab anak muda akan melanjutkan kebudayaan di masa mendatang, salah satunya dengan melestarikan wastra nusantara ini. Apalagi, setiap daerah bahkan suku di Indonesia memiliki kain tradisionalnya masing-masing dan harapannya tidak punah begitu saja.
Cuma Tren
Afif menyebut media sosial punya pengaruh besar membawa anak-anak muda mulai gemar berkain. Jika batik sudah digemari sejak lama, maka wastra Nusantara yang lain masih baru saja ngetren di media sosial.
Dia menyebut setidaknya lima tahun terakhir pamor wastra Nusantara mulai meningkat. di kalangan anak muda. Salah satu pengaruhnya ialah kemampuan media sosial memviralkan sesuatu.
"Kita sadari atau tidak, budaya berbusana itu sangat erat kaitannya dengan bahasa visual. Semakin sering melihat, pasti akan semakin tertarik dan suka. Maka sejak media sosial memungkinkan kita mengunggah potret hingga viral ini yang saya kira jadi awal wastra Nusantara digemari anak muda," ujarnya.
Walau menurutnya tidak semua anak muda yang ikut dalam tren ini betul-betul menggunakan wastra Nusantara dan bukan hanya kain bermotif wastra, tetapi Afif memahami alasan mereka melakukan itu. Sebab, tak jarang wastra Nusantara yang asli memiliki bahan yang kurang nyaman digunakan untuk kegiatan sehari-hari, misalnya bahannya panas dan membuat gerah.
Walau begitu, dia berharap pemahaman mengenai wastra Nusantara tidak dikesampingkan demi mengejar faktor kenyamanan penggunaan.
Meski menganggap bahwa ini tren yang positif, namun Afif menyimpan kekhawatiran soal kebiasaan berkain yang hanya jadi tren, sehingga suatu saat bisa memudar. "Jangan sampai sekarang mereka suka, terus nanti bosan, kan jadi udahan tu. Bahayanya di situ kalau nggak tahu makna dari wastra, yang ditakutkan ini cuma jadi tren fashion," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Masih Ada Ribuan Penderita TBC hingga Desember 2024, Terbanyak Kalangan Balita dan Lansia
Advertisement
Vanuatu Kembali Diguncang Gempa Bumi Besar, Kali Ini Magnitudo 6,1
Advertisement
Berita Populer
- 11 Cara Kematian Paling Menyakitkan Menurut Sains
- Selain Enak, Deretan Makanan Super Ini Bisa Cegah Penyakit
- Manfaat Tertawa, Menggigil, hingga Muntah pada Tubuh Anda
- Sejumlah Zodiak Ini Diramalkan Menikah di Tahun 2023
- Seorang Ibu Minum ASI Sendiri karena Tak Rela Jika Dibuang
- Wajah dan Tubuh Tidak Simetris, Ini Penyebabnya
Advertisement
Advertisement