Advertisement

Tembakau Alternatif Dinilai Menjadi Solusi Kurangi Jumlah Perokok

Abdul Hamied Razak
Rabu, 31 Oktober 2018 - 15:17 WIB
Kusnul Isti Qomah
Tembakau Alternatif Dinilai Menjadi Solusi Kurangi Jumlah Perokok Dewan Penasehat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) Ardini Raksanagara saat mengikuti diskusi Alternatif Berhenti Merokok, Rabu (31/10/2018) di UC UGM. - Harian Jogja/Abdul Hamid Razak

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA-Kegiatan Koalisi Indonesia Bebas Tar (Kabar) mendapati masih muncul mispersepsi soal kandungan berbahaya pada rokok di masyarakat. Dengan demikian, penelitian lebih lanjut mengenai produk tembakau alternatif mutlak diperlukan untuk membenarkan persepsi dan menggali lebih dalam atas potensi yang dimiliki.

Publikasi dari hasil penelitian juga diharapkan bisa dipaparkan secara terbuka sehingga pembuat kebijakan, perokok dewasa serta masyarakat dapat mengetahui dan memutuskan dengan lebih tepat mengenai produk tembakau alternatif.

Advertisement

Ketua Kabar dan Peneliti di YPKP Indonesia dokter Amaliya mengatakan banyak yang bilang kalau nikotin adalah kandungan yang paling berbahaya pada rokok. Padahal sebenarnya yang paling berbahaya itu Tar. Tar dihasilkan dari proses pembakaran rokok yang dapat memicu berbagai penyakit berbahaya bagi tubuh, bukan nikotinnya. Tapi yang mesti diketahui, nikotin juga tidak bebas risiko," katanya di sela kegiatan diskusi Alternatif Berhenti Merokok, Rabu (31/10/2018).

Berdasarkan riset kesehatan dasar Kemenkes pada 2013, provinsi DIY masuk ke dalam 15 besar angka perokok tertinggi di Indonesia, yakni sebesar 31,6% dengan Kota Jogja kedua tertinggi dalam provinsi yakni sebesar 26,2%. Tingginya angka ini menurut Amaliya memerlukan sebuah solusi yang bertujuan untuk mengurangi jumlah perokok secara perlahan. Dari penelitian yang dilakukan, didapati banyak fakta menarik seputar perokok.

"Kami menemukan banyak perokok merasa kesulitan untuk berhenti. Di antara mereka juga telah banyak yang mencoba beragam metode berhenti merokok. Seperti cold Turkey, bantuan dengan permen, hingga terapi konseling. Namun masih banyak yang belum berhasil. Ini memang membutuhkan solusi lain untuk membantu mereka agar dapat berhenti secara perlahan," katanya.

Dalam mencari solusi lain ini, ia menyontohkan Inggris sebagai negara maju yang memiliki masalah yang sama dengan Indonesia. Berdasarkan data public healt England pada 2017, Inggris berhasil mencatatkan penurunan angka perokok tertinggi yakni sebesar 20.000 orang dari jumlah perokok sekitar 15,5% di tahun 2016 akibat kontribusi produk tembakau alternatif.

Metode harm reduction pengurangan risiko yang ada pada produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik dan produk tembakau yang dipasarkan bukan dibakar dapat mengeliminasi Tar sehingga risiko kesehatannya menjadi lebih rendah.

"Oleh karenanya ada baiknya kita mempertimbangkan metode pengurangan risiko ini sebagai metode yang dapat membantu mengurangi angka perokok di Indonesia," ujar Amaliya.

Dewan Penasehat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) Ardini Raksanagara menjelaskan pada dasarnya metode pengurangan risiko ini merupakan salah satu opsi peralihan konsumsi rokok ke produk tembakau alternatif yang lebih rendah risiko.

"Dalam konteks keilmuan kesehatan masyarakat metode ini telah banyak diterapkan bukan hanya pada produk tembakau saja," katanya.

Ardini mengatakan proses pemanasan pada produk tembakau alternatif dapat mengeliminasi Tar. Dengan terlemininasinya Tar maka risiko terhadap paparan penyakit berbahaya seperti jantung dan kanker juga tereduksi secara signifikan. Ia juga menambahkan dibutuhkan proses serta waktu yang tidak instan bagi perokok untuk beralih.

"Metode ini patut diperhitungkan mengingat potensi manfaat yang dimilikinya. Meskipun berhenti merokok adalah jalan yang terbaik tapi produk ini dapat menjadi pilihan alternatif bagi yang kesulitan atau belum berkeinginan untuk berhenti merokok," katanya.

Pengamat Hukum Ariyo Bimmo mengatakan Indonesia butuh regulasi yang komprehensif terkait produk tembakau alternatif. Setelah pemerintah memberikan penetapan pengenaan biaya cukai pada hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) yang sudah berlaku 1 Oktober lalu.

"Pemerintah kini perlu menyusun regulasi yang lebih menyeluruh bagi produk ini termasuk aturan produk, penjualan, promosi, iklan, sponsorship serta tempat di mana produk tembakau alternatif bisa dikonsumsi," katanya.

Ariyo berpendapat perumusan regulasi produk tembakau alternatif ini sebaiknya disesuaikan dengan tingkat risiko dan profilnya. "Jika dilihat dari hasil penelitian yang menyatakan produk ini lebih rendah risiko daripada rokok, seharusnya regulasi yang dibuat berbeda dan tidak seketat rokok," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Kembali Tampil di Pilkada Gunungkidul Tahun Ini, Ini Gagasan yang Diusung Sutrisna Wibawa

Gunungkidul
| Jum'at, 29 Maret 2024, 20:17 WIB

Advertisement

alt

Ribuan Tentara Angkatan Laut Amerika Serikat Ikuti Pelatihan di di Australia

News
| Jum'at, 29 Maret 2024, 20:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement