Advertisement

Orang Tua Kandung Lebih Sering Lakukan Baby Shaming. Ini Alasannya ...

Chelin Indra Sushmita
Jum'at, 23 Agustus 2019 - 08:17 WIB
Bernadheta Dian Saraswati
Orang Tua Kandung Lebih Sering Lakukan Baby Shaming. Ini Alasannya ... Ilustrasi bayi (Freepik)

Advertisement

Harianjogja.com, SOLO – Orang tua berpotensi besar melakukan baby shaming terhadap anak-anaknya. Sebab, orang tua, terlebih ibu yang kali pertama memiliki anak, mengalami baby blouse syndrome alias gangguan emosi setelah melahirkan. 

Mengasuh merupakan usaha untuk mengikat hubungan antara anak dan orang tua. Mengamati ekspresi anak saat mereka mendapat pengalaman baru sangat penting. Orang tua harus memahami tingkah laku anak sejak dini guna memutuskan pola asuh yang tepat sekaligus menghindari baby shaming.

Advertisement

Seperti diketahui, orang tua berperan besar bagi tumbuh kembang dan pola pikir seorang anak. Anak akan mengamati dan meniru apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Bagaimana orang tua memberi contoh yang baik sejak bayi sangat menentukan perkembangan anak.

Pemilihan kata, nada bicara, dan ekspresi wajah saat berbicara maupun menasihati anak perlu diperhatikan. “Cara berbicara orang tua menjadi contoh bagi anak,” terang ahli parenting, Peggy O’Mara, seperti dikutip dari Healthyway, Selasa (20/8/2019).

Anastasia Moloney, psikolog yang fokus pada perkembangan anak usia dini, menjelaskan saat bayi menangis entah karena merasa lapar, tersakiti, atau apa pun, tidak boleh dibentak. Orang tua tidak sepantasnya melarang anak menangis. Mencoba memahami apa yang anak rasakan dan inginkan merupakan tindakan yang lebih tepat.

Memberi peringatan keras kepada anak-anak dengan ancaman bukan tindakan yang benar. Apalagi jika anak tersebut baru belajar berkomunikasi. Menemukan dan memahami apa maksud mereka daripada mengabaikan akan memberi kesan lebih baik.

Menaruh harapan tinggi kepada anak bukan hal yang salah. Ekspektasi tersebut akan memacu semangat anak untuk menjadi lebih baik dalam mempelajari hal baru dan melatih kecakapan diri. Namun, ekspektasi tersebut harus disesuaikan dengan tingkatan usia anak.

“Bayi usia 2-3 tahun masih memiliki kesulitan dalam membatasi tingkah laku dan apa yang mereka ucapkan. Jadi, jangan perlakukan mereka seperti orang dewasa,” terang Anastasia Moloney.

Peneliti perkembangan anak lainnya mengungkapkan pendekatan yang lemah lembut dan penuh pengertian lebih baik diterapkan dalam pola asuh. Anastasia Moloney juga menyarankan orang tua untuk selalu memikirkan konsekuensi dari tindakan yang mereka ambil. Pastikan untuk selalu memberi contoh positif dan bertutur kata baik dalam masa tumbuh kembang anak. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : solopos.com/Healthyway

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Harga Tiket KA Bandara YIA Hanya Rp20.000, Berikut Cara Memesannya

Jogja
| Jum'at, 29 Maret 2024, 00:17 WIB

Advertisement

alt

Patahan Pemicu Gempa Membentang dari Jawa Tengah hingga Jawa Timur, BRIN: Di Dekat Kota-Kota Besar

News
| Kamis, 28 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement